Rabu, 14 Desember 2011

ILLUMINATOR, Komunitas Ilustrator Artwork Metal

TEMPO.CO, Bandung - Sejak
SMP, Syamsul Bahri, 33
tahun, telah menggilai musik
metal. Sampai sekarang,
penggemar band Jasad,
Forgotten, dan Burger Kill itu
masih suka datang ke konser
musik "bawah tanah" di
Bandung. Karyawan di
sebuah perusahaan konsultan
itu pun tertarik ke elemen
yang menempel lekat di band
metal, yaitu artwork. »Saya
masih belajar gambar
anatomi tubuh yang bagus,"
kata dia.
Di atas kertas gambar A3, ia
membuat sketsa sosok
zombie atau mayat hidup
bertubuh kurus. Aksi
makhluk itu seseram
wajahnya. Tangan kanannya
kokoh menggenggam gergaji
listrik, sedangkan tangan
kirinya menenteng kepala
orang. Gambar-gambar
serupa juga muncul dari
sketsa 20-an peserta
workshop desain dan
produksi merchandise band
metal. Mereka menggarap
tema berjudul Teologi atau
Ketuhanan.
Pelatihan pada Sabtu, 10
Desember 2011, itu diberikan
komunitas The Illuminator di
pendopo Common Room,
Jalan Kyai Gede Utama,
bersama dua dinas
Pemerintah Kota Bandung.
Materi yang diberikan mulai
dari riset artwork band
metal, sketsa, menggambar
dan mewarnai di komputer
dengan pen table, hingga
sablon gambar ke kaos.
Pelatihan itu menyambung
program Art School yang
pernah dirintis Illuminator
pada Juli 2011.
Pendirian sekolah tersebut
untuk menampung minat
para pengunjung pameran
karya-karya komunitas
Illuminator di Galeri Padi,
pertengahan 2010 lalu, yang
ingin bisa menggambar
artwork. Kelas menggambar
di daerah Cicukang, Ujung
Berung, itu sempat berjalan
tiga bulan dengan 20 orang
murid, dari kalangan pelajar
hingga pekerja. Namun
kemudian kelas berhenti di
tengah jalan karena belum
siap kurikulum dan
kontrakan rumah keburu
habis. »Padahal peminatnya
banyak, dari luar kota
Bandung juga tertarik ikut,"
kata Dinan, salah satu
pembentuk komunitas di
sarang musisi underground
Ujung Berung, Bandung, itu.
Illuminator berasal dari
gabungan kata ilustrator dan
terminator. Artinya,
penggambar yang ingin
menghancurkan batasan
dalam berkarya. Kelompok
seniman artwork itu dibentuk
oleh Didin Krisnaendy
Purwanda Supartawidjaya
alias Dinan, Ivan Nugraha
atau Ken Terror, serta
Gencuy yang bernama asli
Cucu Somantri pada 2009.
Karya para anggota
komunitas itu kini tak lagi
hanya dipesan untuk
pembuatan sampul album
band metal dan kaus bagi
para penggemarnya, tapi
juga dipakai untuk ilustrasi
buku, gambar pakaian, serta
tas.
Pemesan artwork tak cuma
dari Bandung dan kota-kota
yang punya band metal di
Indonesia. Dalam kurun lima
tahun terakhir, jangkauannya
sudah meluas ke kawasan
Asia Tenggara, hingga
Amerika dan Eropa. Di
antaranya untuk sampul
album Atribute to Metallica,
Disforia, Damagged, dan
Mortal Decay. »Transaksinya
bisa jual putus atau royalti,"
kata Dinan. Harganya
berkisar Rp 450 ribu hingga
jutaan rupiah. Hubungan
dengan band itu terbuka
lewat pemampangan karya di
blog pribadi atau jejaring
sosial Internet.
Pasar dan peminat karya
artwork terbuka lebar di
dunia maya. Lagi pula, kata
Dinan, sebuah band biasanya
jarang memakai artwork dari
seorang ilustrator terus-
menerus supaya ada
kesegaran dan kebaruan.
Beberapa kali, kata Dinan, ia
melimpahkan pesanan ke
ilustrator lain. Agar juga tak
kewalahan menerima
pesanan, Illuminator merasa
perlu menyiapkan
penggambar artwork baru
yang tidak langsung jadi,
melainkan lewat proses dari
dasar. »Syarat pertamanya,
dia harus menyukai musik
metal," ujarnya.
Gambar terbentuk dari deru
musik, tema lagu, atau
rangkaian lirik yang gelap,
beraroma kematian,
kemarahan atau teriakan
ketidakpuasan disertai
makian. Alhasil, gambar
artwork jadi tak lazim,
hingga berlawanan dengan
sosok sempurna. Sosok-sosok
fantasi dengan aneka wajah
dan tubuh rusak serta bengis
seperti zombie, malaikat
maut, atau penghuni neraka,
kerap menjadi tokoh,
misalnya pada peristiwa
pembantaian manusia.
Di kalangan pecandu musik
metal, gambar yang seram
dan sadis itu sudah terlihat
lumrah. Sejak dua hingga
tiga dekade silam, artwork
seperti itu misalnya telah
diusung band-band metal
dunia, seperti Manowar atau
Iron Maiden.
Bagi Addy Gembel, vokalis
band Forgotten, sadisme dan
ketelanjangan adalah
sesuatu yang puitis. Karena
ada sebuah metafora yang
coba dieksplorasi secara
detail melalui tubuh dan
aneka makhluk yang sengaja
diciptakan. Di sisi lain,
artwork juga bermakna
sebagai bentuk protes dan
kritik sosial. »Buat saya,
artwork juga untuk
mengingatkan hidup kita di
dunia dan di alam
selanjutnya," kata anggota
Illuminator, Yusep Sutrisna.
Di Bandung sendiri ada
fenomena menarik. Sejak
tragedi konser musik band
Beside di gedung Asia Africa
Culture Centre Jalan Braga
2008 lalu yang menewaskan
belasan penonton, banyak
band metal yang tiarap.
Mereka belum bubar, tapi
sulit berpentas karena
terganjal izin dari kepolisian,
hingga seret menggarap
album baru. Walau begitu,
kata Dinan, merchandise
kaus band-band metal lokal
bergambar artwork seharga
Rp 120-150 ribu sampai hari
ini selalu ludes diburu.
»Sekitar 10 distribution outlet
(distro) juga ikut memajang
karena barang selalu habis,"
kata vokalis band
Necromansy dan Sonic
Torment itu.
Kaus metal itu biasanya
hanya dibuat terbatas 100
potong. Keuntungan
penjualan dari penggemar itu
dipakai untuk menghidupi
band-band lokal berpentas di
dalam atau di luar negeri,
juga menggarap album baru.
Bentuk lain dukungan
komunitas bawah tanah
Bandung agar musik metal
tak mati, yaitu dengan cara
membanjiri konser yang
sudah terhitung jarang setiap
tahun. »Paling sedikit 40 ribu
penonton ada," katanya.
Komunitas Illuminator kini
tengah menggalang dana
untuk pendirian Saung Metal
di Cicukang, Ujung Berung.
Aksi jangka panjang, hingga
dua tahun, tersebut untuk
membeli tanah seluas 1,5
hektare. »Kami ingin
mendirikan tempat untuk
diskusi tentang musik metal,
belajar gambar artwork dan
kesenian tradisional, juga
galeri untuk komunitas
metal," ujarnya.
Dana yang dibutuhkan
sekitar Rp 2 miliar. Sejak tiga
pekan lalu tiap Ahad di Jalan
Dago, mereka membuka
kotak donasi yang boleh diisi
selembar uang Rp 2.000 dari
tiap penyumbang. Kotak itu
juga bakal diedarkan di
setiap konser musik metal. Ia
berharap komunitas metal di
Bandung yang tercatat
sebagai kelompok terbesar di
Asia Tenggara bisa
mewujudkan mimpi lama
para musisi underground itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sesama METALHEADS wajib saling berbagi pengetahuan, berikan komentar kalian sebagai tambahan ilmu. Hellyeaach !!!

add to any

Share