Sabtu, 25 September 2010

keroncong

Keroncong merupakan nama
dari instrumen musik sejenis
ukulele dan juga sebagai nama
dari jenis musik khas Indonesia
yang menggunakan instrumen
musik keroncong, flute, dan
seorang penyanyi wanita.


Asal-usul

Akar keroncong berasal dari
sejenis musik Portugis yang
dikenal sebagai fado yang
diperkenalkan oleh para pelaut
dan budak kapal niaga bangsa
itu sejak abad ke-16 ke
Nusantara. Dari daratan India
(Goa) masuklah musik ini
pertama kali di Malaka dan
kemudian dimainkan oleh para
budak dari Maluku. Melemahnya
pengaruh Portugis pada abad
ke-17 di Nusantara tidak dengan
serta-merta berarti hilang pula
musik ini. Bentuk awal musik ini
disebut moresco (sebuah tarian
asal Spanyol, seperti polka agak
lamban ritmenya), di mana salah
satu lagu oleh Kusbini disusun
kembali kini dikenal dengan
nama Kr. Muritsku, yang diiringi
oleh alat musik dawai.
 Musik
keroncong yang berasal dari
Tugu disebut keroncong Tugu.
Dalam perkembangannya,
masuk sejumlah unsur tradisional
Nusantara, seperti penggunaan
seruling serta beberapa
komponen gamelan. Pada sekitar
abad ke-19 bentuk musik
campuran ini sudah populer di
banyak tempat di Nusantara,
bahkan hingga ke Semenanjung
Malaya[1]. Masa keemasan ini
berlanjut hingga sekitar tahun
1960-an, dan kemudian
meredup akibat masuknya
gelombang musik populer (musik
rock yang berkembang sejak
1950, dan berjayanya musik
Beatle dan sejenisnya sejak tahun
1961 hingga sekarang). Meskipun
demikian, musik keroncong
masih tetap dimainkan dan
dinikmati oleh berbagai lapisan
masyarakat di Indonesia dan
Malaysia hingga sekarang.


Alat-alat musik

Dalam bentuknya yang paling
awal, moresco diiringi oleh musik
dawai, seperti biola, ukulele,
serta selo. Perkusi juga kadang-
kadang dipakai. Set orkes
semacam ini masih dipakai oleh
keroncong Tugu, bentuk
keroncong yang masih
dimainkan oleh komunitas
keturunan budak Portugis dari
Ambon yang tinggal di Kampung
Tugu, Jakarta Utara, yang
kemudian berkembang ke arah
selatan di Kemayoran dan
Gambir oleh orang Betawi
berbaur dengan musik Tanjidor
(tahun 1880-1920).
Tahun
1920-1960 pusat perkembangan
pindah ke Solo, dan beradaptasi
dengan irama yang lebih lambat
sesuai sifat orang Jawa.
Pem-"pribumi"-an keroncong
menjadikannya seni campuran,
dengan alat-alat musik seperti
sitar India
rebab
suling bambu
gendang, kenong, dan saron
sebagai satu set gamelan
gong.

Saat ini, alat musik yang dipakai
dalam orkes keroncong
mencakup
ukulele cuk, berdawai 3
(nilon), urutan nadanya
adalah G, B dan E; sebagai
alat musik utama yang
menyuarakan crong - crong
sehingga disebut keroncong
(ditemukan tahun 1879 di
Hawai, dan merupakan awal
tonggak mulainya musik
keroncong)

ukulele cak, berdawai 4 (baja),
urutan nadanya A, D, Fis, dan
B. Jadi ketika alat musik
lainnya memainkan tangga
nada C, cak bermain pada
tangga nada F (dikenal
dengan sebutan in F);

gitar akustik sebagai gitar
melodi, dimainkan dengan
gaya kontrapuntis (anti
melodi);

biola (menggantikan Rebab);

flut (mengantikan Suling
Bambu);

selo; betot menggantikan
kendang

kontrabas (menggantikan
Gong)[2]

Penjaga irama dipegang oleh
ukulele dan bas. Gitar yang
kontrapuntis dan selo yang ritmis
mengatur peralihan akord. Biola
berfungsi sebagai penuntun
melodi, sekaligus hiasan/
ornamen bawah. Flut mengisi
hiasan atas, yang melayang-
layang mengisi ruang melodi
yang kosong.


Bentuk keroncong yang
dicampur dengan musik populer
sekarang menggunakan organ
tunggal serta synthesizer untuk
mengiringi lagu keroncong (di
pentas pesta organ tunggal yang
serba bisa main keroncong,
dangdut, rock, polka, mars).


Jenis keroncong

Musik keroncong lebih condong
pada progresi akord dan jenis
alat yang digunakan. Sejak
pertengahan abad ke-20 telah
dikenal paling tidak tiga macam
keroncong, yang dapat dikenali
dari pola progresi akordnya. Bagi
pemusik yang sudah memahami
alurnya, mengiringi lagu-lagu
keroncong sebenarnya tidaklah
susah, sebab cukup
menyesuaikan pola yang
berlaku. Pengembangan
dilakukan dengan menjaga
konsistensi pola tersebut. Selain
itu, terdapat pula bentuk-bentuk
campuran serta adaptasi.


Perkembangan keroncong
masa kini

Setelah mengalami evolusi yang
panjang sejak kedatangan orang
Portugis di Indonesia (1522) dan
pemukiman para budak di
daerah Kampung Tugu tahun
1661 [3], dan ini merupakan
masa evolusi awal musik
keroncong yang panjang
(1661-1880) , hampir dua abad
lamanya, namun belum
memperlihatkan identitas
keroncong yang sebenarnya
dengan suara crong-crong-
crong, sehingga boleh dikatakan
musik keroncong belum lahir
tahun 1661-1880 .

Dan akhirnya musik keroncong
mengalami masa evolusi
pendek terakhir sejak tahun
1880 hingga kini , dengan tiga
tahap perkembangan terakhir
yang sudah berlangsung dan
satu perkiraan perkembangan
baru (keroncong millenium).


Tonggak awal adalah pada
tahun 1879 [4], di saat
penemuan ukulele di Hawai [5]
yang segera menjadi alat musik
utama dalam keroncong (suara
ukulele: crong-crong-crong),
sedangkan awal keroncong
millenium sudah ada tanda-
tandanya, namun belum
berkembang (Bondan Prakoso).


Empat tahap masa
perkembangan tersebut adalah
[6]

(a) Masa stambul (1880-1920),
(b) Masa keroncong abadi
(1920-1960), dan
(c) Masa keroncong modern
(1960-2000), serta
(d) Masa keroncong millenium
(2000-kini)


Masa stambul (1880-1920)
Ukulele ditemukan pada tahun
1879 di Hawaii, sehingga
diperkirakan pada tahun
berikutnya Keroncong baru
menjelma pada tahun 1880, di
daerah Tugu kemudian
menyebar ke selatan daerah
Kemayoran dan Gambir (lihat
ada lagu Kemayoran dan Pasar
Gambir, sekitar tahun 1913).
Komedie Stamboel 1891-1903
lahir di Kota Pelabuhan
Surabaya tahun 1891, berupa
Pentas Gaya Instanbul, yang
mengadakan pertunjukan keliling
di Hindia Belanda, Singapura,
dan Malaya lewat jalur kereta
api maupun kapal api. Pada
umumnya pertunjukan meliputi
Cerita 1001 Malam (Arab) dan
Cerita Eropa (Opera maupun
Rakyat), termasuk Hikayat India
dan Persia. Sebagai selingan,
antar adegan maupun
pembukaan, diperdengarkan
musik mars, polka, gambus, dan
keroncong. Khusus musik
keroncong dikenal pada waktu
itu Stambul I, Stambul II, dan
Stambull III.
Pada waktu itu lagu Stambul
berirama cepat (sekitar meter
120 untuk satu ketuk
seperempat nada), di mana
Gesang menyebut sebagai
Keroncong Cepat, dan berbaur
dengan Tanjidor yang asli Betawi.
Pada masa ini dikenal para musisi
Indo, dan pemain biola
legendaris adalah M. Sagi
(perhatikan rekaman Idris Sardi
main biola lagu Stambul II Jali-jali
berdasarkan aransemen dari M.
Sagi). Seperti diketahui bahwa
panjang lagu stambul adalah 16
birama, yang terdiri atas:
Stambul I:
Lagu ini misalnya Terang Bulan,
Potong Padi, Nina Bobo,
Sarinande, O Ina Ni Keke,
Bolelebo, dll. dengan struktur
bentuk A - B - A - B atau A - B -
C - D (16 birama):
|I , , , |, , , , |, , , , |V7, , , |
|, , , , |, , , , |, , , , |I , , , |
|I7, , , |IV, , , |, , V7, |I , , ,
|
|, , , , |V7, , , |, , , , |I , , ,
||
Stambul II:
Lagu ini misalnya Si Jampang,
Jali-Jali, di mana masuk pada
Akord IV sebagai ciri Stambul II
dengan struktur A - B - A - C (16
birama):
|I . . . |. . . . |. . . . |IV, , , |
(tanda . artinya tacet)
|, , , , |, , , , |, , V7, |I , , , |
|, , , , |, , , , |, , , , |V7, , , |
|, , , , |, , , , |, , , , |I , , , ||
Stambul III:
Lagu ini misalnya Kemayoran, di
mana mirip dengan Keroncong A
sli sehingga sering salah
diucapkan dengan Kr.
Kemayoran, yang seharusnya
Stambul III Kemayoran, dengan
struktur Prelude - A - Interlude -
B - C (16 birama):
Pr|I , , , |, , , , | Prelude 2
birama
A1|, , , , |, , , , |
A2|II#, , ,|V7, , , | Modulasi
2 birama
In|, , , , |IV, , , | Interlude 2
birama
B1|, , , , |I , , , |
B2|V7, , , |I , , , |
C1|, , , , |, , , , |
C2|V7, , , |I , , , ||

Musiq Losquin Bugis: Dari
periode stambul ini lahir pula di
Makassar bentuk keroncong
khas yang dikenal sebagai musiq
losquin Bugis, misalnya lagu
Ongkona Arumpone yang
dinyanyikan oleh Sukaenah B.
Salamaki. Irama keroncong ini,
tanpa seruling-biola-cello, tapi
dengan melodi guitar yang
kental, mirip seperti gaya Tjoh de
Fretes dari Ambon.


Masa keroncong abadi
(1920-1960)

Pada masa ini panjang lagu telah
berubah menjadi 32 birama,
akibat pengaruh musik pop
Amerika yang melanda lantai
dansa di Hotel2 Indonesia pada
waktu itu, dengan musisi
didominasi dari Filipina (spt
Pablo, Sambayon, dll), dan
berakibat juga lagu pada waktu
itu telah 32 birama juga,
perhatikan lagu Indonesia Raya
(1924) pada waktu itu juga sudah
32 birama. Selanjutnya pusat
perkembangan beralih ke Solo
dan iramanya juga lebih lamban
(sekitar 80 untuk seperempat
nada). Masa ini lahir para musisi
Solo spt Gesang. Lagu
Keroncong Abadi terdiri atas:
Langgam Keroncong:
Bentuk lagu langgam ada dua
versi. Yang pertama A - A - B - A
dengan pengulangan dari bagian
A kedua seperti lagu standar
pop: Verse A - Verse A - Bridge
B - Verse A, panjang 32 birama.
Beda sedikit pada versi kedua,
yakni pengulangannya langsung
pada bagian B. Meski sudah
memiliki bentuk baku, namun
pada perkembangannya irama
ini lebih bebas diekspresikan.
Penyanyi serba bisa Hetty Koes
Endang misalnya, dia sering
merekam lagu-lagu non
keroncong dan langgam
menggunakan irama yang sama,
dan kebanyakan tetap
dinamakan langgam. Alur akord-
nya sebagai berikut:
Verse A | V7 , , , |I , , , | IV ,
V7 , | I , , , | I , , , | V7 , , , |
V7 , , , | I , , , |
Verse A |V7 , , , | I , , , | IV ,
V7 , | I , , , | I , , , | V7 , , , |
V7 , , , | I , , , |
Bridge B |I7 , , , |IV , , , | IV ,
V , | I , , , | I , , , | II# , , , |
II# , , , | V , , ,|
Verse A |V7 , , , |I , , , | IV ,
V7 , | I , , , | I , , , | V7 , , , |
V7 , , , | I , , , |

Stambul Keroncong:
Stambul Keroncong berbentuk
(A-B-A-B') x 2 = 16 birama x 2 =
32 birama, merupakan modifikasi
Stambul II yang 16 birama
menjadi 32 birama
(menyesuaikan standar
Keroncong Abadi yang 32
birama). Stambul merupakan
jenis keroncong yang namanya
diambil dari bentuk sandiwara
yang dikenal pada akhir abad
ke-19 hingga paruh awal abad
ke-20 di Indonesia dengan nama
Komedi stambul. Nama
"stambul" diambil dari Istambul
di Turki.

Alur akord Stambul Keroncong
adalah sbb. (tanda - adalah tacet
atau iringan tidak dibunyikan):
|I - - - | - - - - | - - - - |
IV , , , | dibuka dg broken
chord I utk mencari nada
|IV , , , |IV , , , |IV , V ,|I , , ,
|
|I , , , |I , , , |I , , , |V , , , |
|V , , , |V , , , |V , , , |I , , ,
|
|I , , , |I , , , |I , , , |IV , , , |
16 birama ini pengulangan
dari 16 birama pertama atau
sama
|IV , , , |IV , , , |IV , V , |
I , , , |
|I , , , |I , , , |I , , , |V , , , |
|V , , , |V , , , |V , , , |I , , ,
|


Keroncong Asli
Keroncong asli memiliki bentuk
lagu A - B - B'. Lagu terdiri atas
8 baris, 8 baris x 4 birama = 32
birama, di mana dibuka dengan
PRELUDE 4 birama yang
dimainkan secara instrumental,
kemudian disisipi INTERLUDE
standar sebanyak 4 birama yang
dimainkan secara instrumental
juga. Keroncong asli diawali oleh
voorspel atau prelude, atau intro
yang diambil dari baris 7 (B3)
mengarah ke nada/akord awal
lagu, yang dilakukan oleh alat
musik melodi seperti seruling/
flut, biola, atau gitar; dan
tussenspel atau interlude atau
intermezzo di tengah-tengah
setelah modulasi/modulatie/
modulation yang standar untuk
semua keroncong asli: Alur
akordnya seperti tersusun di
bawah ini:
Pr |V , , , |I , I7 , |IV , V7 , |
I , , , | Prelude 4 birama
diambil dari baris ke-7 (B3)
(A1) | I , , , | I , , , | V , , , |
V , , , |
(A2) |II# , , , | II# , , , | V , , ,
| Modulasi merupakan ciri
keroncong asli sebanyak 4
birama
In |V , , , | V , , , | V , , , |
IV , , , | Interlude 4 birama
untuk semua lagu menjadi
standar
(B1) | IV , , ,| IV , , ,|V7 , , ,
| I , , , |
(B2) |I , , , | V7 , , , | V7 , , ,
| I , I7 , |
(B3) |IV , V7 , |I , I7 , | IV ,
V7 , |I , , , |
(B2) | I , , , | V7 , , , |
V7 , , ,| I , , , |

Kadensa Keroncong Kadensa
adalah suatu rangkaian harmoni
sebagai penutup pada akhir
melodi atau di tengah kalimat,
sehingga bisa menutup
sempurna melodi tersebut atau
setengah menutup (sementara)
melodi tersebut. Pada Masa
Keroncong Abadi dikenal
rangkaian penutup I7-IV-V7-I.

1. Kadensa dengan rangkaian
V7-I disebut sebagai
Kadensa Sempurna,
karena sempurna menutup
rangkaian tersebut dan
terasa berhenti sempurna.

2. Tetapi kalau akord X-V7
menjadi akhir rangaian,
maka disebut Kadensa
Tidak Sempurna atau
Setengah Kadensa,
misalnya rangkaian Super
Tonik - Dominan Septim.

3. Kalau rangkaian harmoni
diakhiri pada X-VI, maka
disebut Kadensa
Terputus, misalnya
Doninan Septim -
Submedian.

4. Dalam rangkaian IV-I
disebut Kadensa Plagal,
mempunyai sifat sendu
seperti kalau kita
mengucap "Amin" dalam
salat.

5. Kadensa Keroncong,
khusus dikembangkan
dalam musik keroncong,
yaitu rangkaian harmoni
I7-IV-V7-I


Gambang Keromong Gambang
Keromong adalah salah satu
gaya keroncong yang
dikembangkan oleh Etnis
Tionghoa (gambang adalah alat
musik bilah kayu seperti
marimba, sedangkan keromong
adalah istilah lain dari kempul)
yang dikembangkan tahun
sekitar 1949 di Jakarta (tanjidor),
namun kemudian berkembang di
Semarang (ingat lagu Gambang
Semarang - Oey Yok Siang).
Sebenarnya Gambang Keromong
yang lahir di Masa Keroncong
Abadi 1920-1960 adalah cikal
bakal Campursari yang lahir
pada Masa Keroncong Modern.


Masa keroncong modern
(1960-2000)

Perkembangan keroncong masih
di daerah Solo dan sekitarnya,
namun muncul berbagai gaya
baru yang berbeda dengan Masa
Keroncong Abadi (termasuk
musisinya), dan merupakan
pembaruan sesuai dengan
lingkungannya.

Langgam Jawa
Bentuk adaptasi keroncong
terhadap tradisi musik gamelan
dikenal sebagai langgam Jawa,
yang berbeda dari langgam yang
dimaksud di sini. Langgam Jawa
memiliki ciri khusus pada
penambahan instrumen antara
lain siter, kendang (bisa diwakili
dengan modifikasi permainan
cello ala kendang), saron, dan
adanya bawa atau suluk berupa
introduksi vokal tanpa instrumen
untuk membuka sebelum irama
dimulai secara utuh. Tahun 1968
Langgam Jawa berkembang
menjadi Campursari.

Umumnya mempunyai struktur
lagu pop yaitu A - A - B - A atau
juga A - B - C - D dangan jumlah
32 birama. Lagu Langgam Jawa
yang terkenal di tahun 1958
adalah ciptaan Anjar Any
(1936-2008): Yen Ing Tawang
Ana Lintang (Tawang dalam
Bahasa Jawa berarti: awang-
awang, langit, dan makna lain
nama suatu desa di Magetan,
Kalau di Langit Ada Bintang).
Langgam Jawa menjadi terkenal
oleh Waljinah yang pernah
sebagai juara tingkat sekolah
SMP di RRI Solo tahun 1958.
Keroncong Beat

Dimulai oleh Yayasan Tetap
Segar pimpinan Rudy Pirngadie,
di Jakarta pada tahun 1959 dan
bisa mengiringi lagu barat pop
(mau melangkah lebih bersifat
universal). Pada waktu itu Idris
Sardi ikut tur ke New York
World's Fair Amerika Serikat
dengan biola tahun 1964 dengan
maksud mau memperkenalkan
lagu pop barat (I left my heart in
San Fransico, pada waktu itu
tahun 1964 lagu ini merupakan
salah satu hit di dunia) dengan
iringan keroncong beat, namun
dia kena denda melanggar hak
cipta akibat tanpa izin.

Dengan Keroncong Beat maka
berbagai lagu (bukan dengan
rangkaian harmoni keroncong,
termsuk kunci Minor) dapat
dinyanyikan seperti La Paloma,
Monalisa, Widuri, Mawar
Berduri, dll.


Campur Sari

Di Gunung Kidul (DI Yogyakarta)
pada tahun 1968 Manthous
memperkenalkan gabungan alat
gamelan dan musik keroncong,
yang kemudian dikenal sebagai
Campursari. Kini daerah Solo,
Sragen, Ngawi, dan sekitarnya,
terkenal sebagai pusat para artis
musik campursari. Bahkan Bupati
Sukoharjo ikut meramaikan
bursa campursari.


Keroncong Koes-Plus

Koes Plus dikenal sebagai perintis
musik rock di Indonesia, pada
sekitar tahun 1974 juga berjasa
dalam musik keroncong yang
rock. Keroncong Pertemuan
adalah Keroncong Koes Plus
dengan struktur bentuk
campuran (dalam bahasa
Belanda disebut Meng-vorm
atau Inggris Combine form)
antara Stambul II dan langgam
Keroncong.

Seandainya band rock Indonesia
bisa mengikuti jejak Koes-Plus
untuk melestarikan budaya
sendiri seperti keroncong, maka
betapa indah musik rock
Indonesia dapat ngetop dengan
irama kampung halaman, berarti
musik keroncong jangan mati
(ucapan Gesang).
 Mudah-
mudahan Mbah, generasi muda
Indonesia dapat melanjutkan
musik keroncong .


Keroncong Dangdut (Congdut)

Keroncong dangdut (Congdut)
adalah jawaban atas derasnya
pengaruh musik dangdut dalam
musik populer di Indonesia sejak
1980-an. Seiring dengan
menguatnya campur sari di
pentas musik populer etnis Jawa,
sejumlah musisi, konon dimulai
dari Surakarta, memasukkan
unsur beat dangdut ke dalam
lagu-lagu langgam Jawa klasik
maupun baru. Didi Kempot
adalah tokoh utama gerakan
pembaruan ini. Lagu-lagu yang
terkenal antara lain Stasiun
Balapan, Sewu Kuto.
Masa keroncong millenium
(2000-kini)

Walaupun musik keroncong di
era millenium (tahun 2000-an)
belum menjadi bagian dari
industri musik pop Indonesia,
tetapi beberapa pihak masih
mengapresiasi musik keroncong.
Kelompok musik "Keroncong
Merah Putih"[rujukan?],
kelompok keroncong berbasis
Bandung masih cukup aktif
melakukan pertunjukan. Selain
itu, Bondan Prakoso dan
grupnya Bondan Prakoso & Fade
2 Black, menciptakan komposisi
berjudul "Keroncong Bondol"
yang berhasil memadukan musik
gaya rap dengan musik latar
belakang irama keroncong.


Tokoh keroncong

Salah satu tokoh Indonesia yang
memiliki kontribusi cukup besar
dalam membesarkan musik
keroncong adalah bapak
Gesang. Lelaki asal kota
Surakarta (Solo) ini bahkan
mendapatkan santunan setiap
tahun dari pemerintah Jepang
karena berhasil
memperkenalkan musik
keroncong di sana. Salah satu
lagunya yang paling terkenal
adalah Bengawan Solo. Lantaran
pengabdiannya itulah, oleh
Gesang dijuluki "Buaya
Keroncong" oleh insan
keroncong Indonesia, sebutan
untuk pakar musik keroncong.
Gesang menyebut irama
keroncong pada MASA
STAMBUL (1880-1920), yang
berkembang di Jakarta (Tugu ,
Kemayoran, dan Gambir) sebagai
Keroncong Cepat; sedangkan
setelah pusat perkembangan
pindah ke Solo (MASA
KERONCONG ABADI: 1920-1960)
iramanya menjadi lebih lambat.

Di sisi lain nama Anjar Any (Solo,
pencipta Langgam Jawa lebih
dari 2000 lagu yang meninggal
tahun 2008) juga mempunyai
andil dalam keroncong untuk
Langgam Jawa beserta Waljinah
(Solo), sedangkan R. Pirngadie
(Jakarta) untuk Keroncong Beat,
Manthous (Gunung Kidul,
Yogyakarta) untuk Campursari
dan Koe Plus (Solo/Jakarta)
untuk Keroncobg Rock, serta
Didi Kempot (Ngawi) untuk
Congdut.


Trivia

Asal muasal sebutan "Buaya
Keroncong" berkisar pada
lagu ciptaannya, Bengawan
Solo. Bengawan Solo adalah
nama sungai yang berada di
wilayah Surakarta. Seperti
diketahui, buaya memiliki
habitat di rawa dan sungai.
Reptil terbesar itu di habitanya
nyaris tak terkalahkan, karena
menjadi pemangsa yang
ganas. Pengandaian semacam
itulah yang mendasari
mengapa Gesang disebut
sebagai "Buaya Keroncong".


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sesama METALHEADS wajib saling berbagi pengetahuan, berikan komentar kalian sebagai tambahan ilmu. Hellyeaach !!!

add to any

Share