Sabtu, 23 Oktober 2010

chairil anwar

Chairil Anwar dilahirkan di
Medan, 26 Julai 1922. Dia
dibesarkan dalam keluarga yang
cukup berantakan. Kedua ibu
bapanya bercerai, dan ayahnya
berkahwin lagi. Selepas
perceraian itu, saat habis SMA,
Chairil mengikut ibunya ke
Jakarta. Semasa kecil di Medan,
Chairil sangat rapat dengan
neneknya. Keakraban ini begitu
memberi kesan kepada hidup
Chairil.
Dalam hidupnya yang amat
jarang berduka, salah satu
kepedihan terhebat adalah saat
neneknya meninggal dunia.
Chairil melukiskan kedukaan itu
dalam sajak yang luar biasa
pedih:
Bukan kematian benar yang
menusuk kalbu/ Keridlaanmu
menerima segala tiba/ Tak
kutahu setinggi itu atas debu/
Dan duka maha tuan bertahta
Sesudah nenek, ibu adalah
wanita kedua yang paling Chairil
puja. Dia bahkan terbiasa
membilang nama ayahnya, Tulus,
di depan sang Ibu, sebagai tanda
menyebelahi nasib si ibu. Dan di
depan ibunya, Chairil acapkali
kehilangan sisinya yang liar.
Beberapa puisi Chairil juga
menunjukkan kecintaannya pada
ibunya.
Sejak kecil, semangat Chairil
terkenal kedegilannya. Seorang
teman dekatnya Sjamsul Ridwan,
pernah membuat suatu tulisan
tentang kehidupan Chairil Anwar
ketika semasa kecil. Menurut dia,
salah satu sifat Chairil pada masa
kanak-kanaknya ialah pantang
dikalahkan, baik pantang kalah
dalam suatu persaingan,
maupun dalam mendapatkan
keinginan hatinya. Keinginan dan
hasrat untuk mendapatkan
itulah yang menyebabkan
jiwanya selalu meluap-luap,
menyala-nyala, boleh dikatakan
tidak pernah diam.
Rakannya, Jassin pun punya
kenangan tentang ini. “Kami
pernah bermain bulu tangkis
bersama, dan dia kalah. Tapi dia
tak mengakui kekalahannya, dan
mengajak bertanding terus.
Akhirnya saya kalah. Semua itu
kerana kami bertanding di depan
para gadis. ”
Wanita adalah dunia Chairil
sesudah buku. Tercatat nama
Ida, Sri Ayati, Gadis Rasyid, Mirat,
dan Roosmeini sebagai gadis
yang dikejar-kejar Chairil. Dan
semua nama gadis itu bahkan
masuk ke dalam puisi-puisi
Chairil. Namun, kepada gadis
Karawang, Hapsah, Chairil telah
menikahinya.
Pernikahan itu tak berumur
panjang. Disebabkan kesulitan
ekonomi, dan gaya hidup Chairil
yang tak berubah, Hapsah
meminta cerai. Saat anaknya
berumur 7 bulan, Chairil pun
menjadi duda.
Tak lama setelah itu, pukul 15.15
WIB, 28 April 1949, Chairil
meninggal dunia. Ada beberapa
versi tentang sakitnya. Tapi yang
pasti, TBC kronis dan sipilis.
Umur Chairil memang pendek,
27 tahun. Tapi kependekan itu
meninggalkan banyak hal bagi
perkembangan kesusasteraan
Indonesia. Malah dia menjadi
contoh terbaik, untuk sikap yang
tidak bersungguh-sungguh di
dalam menggeluti kesenian.
Sikap inilah yang membuat
anaknya, Evawani Chairil Anwar,
seorang notaris di Bekasi, harus
meminta maaf, saat mengenang
kematian ayahnya, di tahun
1999, “Saya minta maaf, karena
kini saya hidup di suatu dunia
yang bertentangan dengan dunia
Chairil Anwar. ”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sesama METALHEADS wajib saling berbagi pengetahuan, berikan komentar kalian sebagai tambahan ilmu. Hellyeaach !!!

add to any

Share